Pendapat yang mengatakan bahwa ras/etnis manusia yang berbeda memiliki struktur dan ukuran otak yang berbeda telah memacu studi dan penelitian yang intensif selama abad 19 sampai awal abad 20. Selama periode tersebut, penelitian dibidang ini seringkali digunakan untuk mengklaim bahwa satu ras lebih superior daripada ras lainnya, untuk selanjutnya menjustifikasi adanya kemiskinan dan ketakberadaban dari ras ‘inferior’.
Gaung nyata kontroversi terjadi pada tahun 1994, setelah buku best selling The Bell Curve, yang ditulis oleh Charles Murray dan Richard Hermstein, mengatakan bahwa terdapat perbedaan IQ antara ras manusia yang bersifat genetik (permanen) sehingga kesejahteraan manusia bisa ditingkatkan dengan meningkatkan kecerdasan generasi berikutnya dengan cara tidak mengawini/memilih perempuan yang ‘salah’ (dengan IQ rendah) untuk menghasilkan keturunan.
Akibat pernyataan ini, sang penulis buku banyak mendapat kritik dari ilmuan-ilmuan yang tidak sependapat. Salah satunya adalah ahli biologi evolusi, Stephen Jay Gould, yang mengkritisi test IQ yang dilakukan bersifat bias dan mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbedaan kecerdasan diantara grup/ras manusia. Kecerdasan tidak bisa ditentukan hanya dari satu single faktor saja.
Penelitian lebih lanjut tentang hubungan ras manusia dan tingkat IQ mengungkapkan bahwa tingkat IQ yang tertinggi dimiliki oleh bangsa Asia dengan rata-rata IQ 106, kemudian bangsa kulit putih dengan rata-rata IQ 100, dan yang paling rendah adalah bangsa kulit hitam (negro) dengan rata-rata IQ 75-85.
Sementara studi dengan menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging) menemukan hubungan antara besar volume otak dengan IQ. Otak yang lebih besar mengandung lebih banyak neurons dan synapses serta memproses informasi dengan lebih cepat. Orang-orang Asia mempunyai ukuran otak lebih besar 1 inchi kubik dari bangsa kulit putih dan 5 inchi kubik dari bangsa kulit hitam (http://en.wikipedia.org/wiki/Race_and_intelligence).
Cumulative IQ gaps by race or ethnicity based on 1981 U.S. distributions. According to these findings, WAIS IQs for Whites (mean = 101.4, SD = 14.7) were higher than those for Blacks (mean = 86.9, SD = 13.0); distributions for Hispanics (mean = 91) and East Asians (mean = 106, SD = not provided) are less precise because of overlap and small sample size. Based on Reynolds et al. 1987, p. 330
Namun hasil ini diragukan oleh banyak ilmuan. Mereka berpendapat adanya diskriminasi dan rasisme dalam studi yang dilakukan. Bangsa Afrika yang merupakan bangsa kulit hitam memprotes keras hasil tersebut.Pada tahun 2002, Richard Lynn, seorang profesor psikologi di University of Ulster, menyulut api perdebatan baru dengan mempulikasikan bukunya, IQ and the Wealth of Nations. Ditulis bersama Tatu Vanhanen, seorang Professor ilmu politik di University of Tampere, Finland. Buku ini dikritik karena data berbagai negara yang dijadikan bahan studi adalah lemah dan kurang, tidak melihat keragaman budaya, dan salah dalam menganalisis. Negara yang mempunyai skor tertinggi lebih karena disebabkan proses edukasi.
Studi lain yang dilakukan para ahli untuk menunjukkan adanya hubungan antara genetik dengan kecerdasan (IQ) yaitu dengan melakukan tes IQ berulang-ulang, dan memeriksa kemiripan nilai akhirnya.
Satu orang dites IQ dua kali korelasinya 87%. Artinya, bahkan jika satu orang diuji IQ-nya dua kali, kemiripan IQ-nya tidak selalu sama — tetapi 87% menunjukkan kesamaan. Korelasi IQ dua saudara kembar setelur yang hidup serumah 86%. Kalau saudara kembar setelur tetapi tidak serumah 76%. Kalau saudara tidak setelur tapi serumah 55%. Dan kalau serumah tapi bukan saudara kandung 0%. Wow.. 0%! Nampaknya memang genetika memiliki kaitan dengan IQ.
Kecerdasan merupakan konsep yang sulit untuk didefinisikan. Beberapa mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan otak untuk berpikir secara logis dan belajar hal-hal baru. Dan beberapa lagi, terutama para ahli psikologi berpendapat bahwa kecerdasan terbagi menjadi beberapa subkategori, misalnya pertimbangan sebab akibat, problem solving, dan memori (daya ingat). Sehingga membuat suatu skala tertentu untuk mengukur kecerdasan adalah hal yang sulit.
Meskipun secara genetik seseorang memilki tingkat kecerdasan yang tinggi, namun asupan nutrisi, didikan orang tua dan lingkungan, budaya, semuanya ikut mempengaruhi perkembangan kecerdasannya.
Kecerdasan mungkin mirip dengan bakat. Seseorang yang mempunyai bakat tertentu, akan menjadi mahir di bidang tersebut asal bakatnya diasah dan dilatih secara terus menerus. Sebaliknya, bakatnya akan sia-sia bila tidak pernah diasah dan dilatih. Sebuah studi mengatakan bahwa kecerdasan ditentukan dari faktor genetik 50% dan lingkungan (budaya) 50%. I
ngin diskusi mengenai topik ini..? Silahkan bergabung melalui Facebook di Group ScienceBiotech.
Artikel terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar