Surat Bantahan Tomy Winata Dimuat The Sydney Morning Herald, Soal SBY & Nine Dragons
- Jumat, 18 Maret 2011 07:35 WIB
JAKARTA, PedomanNEWS.com - Setelah membaca The Age dan The Sydney Morning Herald (11 Maret 2011) tentang Yudhoyono "Abused Power" dan "The Age And Say Alleged Relationship Between SBY & Tomy Winata" tentu kita terperangah dan bertanya-tanya karena Tomy Winata disebut-sebut sebagai "Indonesian
businessman, especially Tomy Winata, presumably as a figure and a
member of the world Black 'Gang Nine' or "Nine Dragons", a famous
gambling syndicate." The Age juga menulis bahwa Tomy
menggunakan pengusaha terkemuka Muhammad Lutfi sebagai saluran
pendanaan bagi SBY. SBY menunjuk Lutfi sebagai ketua Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM).
Sumber The Age dan SMH adalah bocoran kawat diplomatik Kedubes AS yang dirilis WikiLeaks.
Tomy Winata sendiri akhirnya membantah dengan mengirim surat yang
dilansir The Sydney Morning Herald, Rabu (16 Maret 2011). Bos Artha
Graha Group tersebut mengatakan dalam suratnya, "Untuk Anda ketahui,
perusahaan-perusahaan kami, Artha Graha Group merupakan jaringan bisnis
yang tersebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia dan kami
bertanggung jawab untuk menafkahi lebih dari satu juta keluarga di
negeri ini." Lebih jauh kata surat itu, "Menyangkut artikel soal
hubungan kami dengan Presiden Republik Indonesia dan ibu negara, kami
ingin menekankan bahwa hubungan kami murni terbatas pada seorang warga
negara yang setia dengan presiden saat ini dan tidak ada perilaku tidak
pantas seperti yang diperlihatkan surat kabar Anda."
Untuk
mencari tahu latarbelakang desas-desus "Gang of Nine" atau "Nine
Dragons" atau disebut kelompok Sembilan Naga. Portal Berita & Opini
PedomanNEWS.com menelusuri sejumlah berita media massa, sangat menarik
membaca laporan majalah ADIL yang mengirimkan reporternya: Adhi/Dani/Eka
untuk "Membedah Lingkaran Setan". Laporan ini dibuat sekitar tahun 2002
oleh majalah ADIL, upaya investigasi dengan semangat keberimbangan
berita.
Apakah
informasi sangat lama dari majalah ADIL ini (bertahun sekitar 2002)
menjadi salah satu sumber berita para diplomat Amerika Serikat dan
dibocorkan oleh Wikileaks tahun 2011. Silakan pembaca menafsirkannya
sendiri.
Membedah Lingkaran Setan
Majalah ADIL/Reporter: Adhi/Dani/Eka
Adil - Jakarta, Telinga penguasa Daerah Istimewa Yogyakarta sontak memerah. Gubernur dan Kapolda, ditantang bandar judi. Sri Sultan H.B. X dan Brigjen Pol. Johanes Wahyu Saronto melarang judi mickey mouse di arena judi Mahkota di Jl. Tanjung Baru. Tapi, geng bandar judi, Irawan Sutanto, Gani dan Heru, cuek saja. Hingga kini, ketiga bandar itu masih membuka perjudian di arena Mahkota.
Tak hanya di Yogyakarta. Irawan cs. buka cabang di Surabaya. Operator di Yogyakarta diserahkan pada Jusuf dan Rohadji. Sedang di Surabaya, Irawan cs. menyerahkan pelaksanaannya ke Widodo. Selain Irawan dkk., usaha judi di Kota Pahlawan itu juga digelar Iwan, Oentoro, Wee Fan, dan Jhoni F. Pasar Atom, Andhika Plaza, dan Darmo Park adalah daerah perjudian elite.
Di pentas judi nasional, ada beberapa nama. Sebutlah Wang Ang (Bandung), Pepen (Manado), Firman (Semarang), Olo Panggabean (Medan dan Aceh) serta Handoko (Batam, Tanjungpinang dan sekitarnya). Belum di daerah lainnya. Kini, Olo melakukan ekspansi bisnis perjudiannya hingga Depok dan Bogor. Pertarungan kian seru. Daerah Batam, Palembang, Riau, Balai Karimun, dan Bagansiapi-api, sekarang di bawah kekuasaan seorang pria bernama Rustam.
Memang, Rustam dapat titah mengurusi pusat perjudian di daerah. Ada juga Eng Sui dan Eng San. Keduanya mengelola bisnis judi, meliputi, judi bola tangkas, toto gelap, kasino, mickey mouse, rolet dsb. Tugas lain; keduanya pun bertindak selaku pengontrol keluar masuknya uang haram itu.
Masih segaris Rustam, Eng Sui, dan Eng San, pun ada nama Arief Prihatna. Di dunia persilatan judi, Arief dikenal dengan nama Cocong. Tugas Cocong adalah mendekati lalu memberi upeti kepada oknum aparat keamanan. Mulai, tingkat Kepolisian Sektor hingga Mabes Polri. Guna melancarkan kerjanya, Cocong dibantu anak buahnya. Misal Rudi, Abaw, Manti, Lim Seng dan Hadi.
Rustam, Eng Sui, Eng San, dan Cocong merupakan kaki tangan Tomy Winata. Ia disebut-sebut sebagai God Father. ''Kita memakai nama singkatan si TW (Tomy Winata),'' kata bekas bandar judi yang kini mengasuh Ponpes At-Taibin, Anton Medan. Sebab, menurut mantan raja judi itu, TW menguasai saham, perbankan, narkotika dan obat terlarang, hingga ke penyelundupan.
Anton Medan mengungkapkan tempat bermain judi terbesar di Jakarta adalah Gedung ITC Mangga Dua, Jakarta Barat. Di sini bandar-bandar judi kumpul. Mereka merajut jaringan di Jakarta serta seluruh Indonesia. Jaringan itu mengerucut pada sembilan orang, yang kemudian dikenal dengan "Gang of Nine" atau "Nine Dragons" atau kelompok Sembilan Naga.
Selain Tomy Winata dan Cocong, nama lain yang termasuk Sembilan Naga; disebut-sebut, Yorrys T. Raweyai, Edi "Porkas" Winata, Arie Sigit, Jhony Kesuma, Kwee Haryadi Kumala, Iwan Cahyadi serta Sugianto Kusuma (Aguan). Yorrys sebagai "panglima" yang mengamankan operasi kelompok ini. Tapi ia membantah. Juga, Arie membantah soal keterkaitannya dalam Sembilan Naga.
Perputaran uang di Gedung ITC Mangga Dua mencapai Rp 10 miliar hingga Rp 15 miliar tiap malam. Jumlah itu lebih besar dibandingkan di bisnis judi milik Rudi Raja Mas. Tapi, dalam semalam, ia mengeruk keuntungan sebesar Rp 5 miliar. Satu bulan, Rp 150 miliar. Fantastis. Selain di darat, Rudi juga punya usaha perjudian di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu. Di sana, ia berkongsi dengan bandar judi lain; Hasten, Arief, Cocong, Edi, dan Umar.
Rudi juga punya koran yang terbit di Jakarta. ''Media massa itu berguna membangun opini di masyarakat bahwa perjudian memberi keuntungan,'' kata Anton Medan. Kesuksesan Rudi membangun imperium
bisnis perjudiannya, tak lepas dari peran Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Bahkan, perkenalan Rudi dan Sutiyoso, sudah lama. ''Rudi dekat Sutiyoso, sejak Sutiyoso bertugas di Kodam (Jaya),'' terang Anton yang kini punya nama H. Ramdhan Effendi.
Pemain lain di meja perjudian adalah Apoh. Dia merupakan mantan anak buah Anton Medan. Apoh punya beberapa lokasi yang jadi arena judi mickey mouse cukup besar. Misal di kawasan Glodok, Kelapa Gading, Mangga Besar, Green Garden dan Jl. Kejayaan, Jakarta Barat. Apoh meraup untung; Rp 2 miliar.
Sumber di Mabes Polri menyebut, para bandar judi tersebut yang menguasai mafia judi di beberapa titik di Indonesia. Bahkan, mereka sudah masuk di dalam mafia judi Hong Kong dan Singapura. Bandar-
bandar judi di Singapura, Malaysia dan Makao itulah yang gerah dengan lokalisasi perjudian di Pulau Seribu. Sebab, kata Rizal Hikmat dari LP3-UI, jaringan mereka terpotong.
Tentu, kehadiran lokasi-lokasi judi ini telah melahirkan banyak centeng. Juga, tukang pukul yang menjaga lokasi. Asal-asul mereka, beragam. Salah satu dari ormas. Seorang sumber di bisnis perjudian mencatat adanya tiga ormas yang terkait dengan usaha beking perjudian. ''Salah satunya, ormas partai,'' katanya. Juga, ormas Islam disebut-sebut terlibat di dalamnya. Kehadiran ormas Islam --
kalau benar-- makin menyulitkan judi diberantas. Karena, menurut Anton, saat ini perjudian sudah seperti lingkaran setan.
Sumber: The Sidney Morning Herald/The Age/Majalah ADIL
Majalah ADIL/Reporter: Adhi/Dani/Eka
Adil - Jakarta, Telinga penguasa Daerah Istimewa Yogyakarta sontak memerah. Gubernur dan Kapolda, ditantang bandar judi. Sri Sultan H.B. X dan Brigjen Pol. Johanes Wahyu Saronto melarang judi mickey mouse di arena judi Mahkota di Jl. Tanjung Baru. Tapi, geng bandar judi, Irawan Sutanto, Gani dan Heru, cuek saja. Hingga kini, ketiga bandar itu masih membuka perjudian di arena Mahkota.
Tak hanya di Yogyakarta. Irawan cs. buka cabang di Surabaya. Operator di Yogyakarta diserahkan pada Jusuf dan Rohadji. Sedang di Surabaya, Irawan cs. menyerahkan pelaksanaannya ke Widodo. Selain Irawan dkk., usaha judi di Kota Pahlawan itu juga digelar Iwan, Oentoro, Wee Fan, dan Jhoni F. Pasar Atom, Andhika Plaza, dan Darmo Park adalah daerah perjudian elite.
Di pentas judi nasional, ada beberapa nama. Sebutlah Wang Ang (Bandung), Pepen (Manado), Firman (Semarang), Olo Panggabean (Medan dan Aceh) serta Handoko (Batam, Tanjungpinang dan sekitarnya). Belum di daerah lainnya. Kini, Olo melakukan ekspansi bisnis perjudiannya hingga Depok dan Bogor. Pertarungan kian seru. Daerah Batam, Palembang, Riau, Balai Karimun, dan Bagansiapi-api, sekarang di bawah kekuasaan seorang pria bernama Rustam.
Memang, Rustam dapat titah mengurusi pusat perjudian di daerah. Ada juga Eng Sui dan Eng San. Keduanya mengelola bisnis judi, meliputi, judi bola tangkas, toto gelap, kasino, mickey mouse, rolet dsb. Tugas lain; keduanya pun bertindak selaku pengontrol keluar masuknya uang haram itu.
Masih segaris Rustam, Eng Sui, dan Eng San, pun ada nama Arief Prihatna. Di dunia persilatan judi, Arief dikenal dengan nama Cocong. Tugas Cocong adalah mendekati lalu memberi upeti kepada oknum aparat keamanan. Mulai, tingkat Kepolisian Sektor hingga Mabes Polri. Guna melancarkan kerjanya, Cocong dibantu anak buahnya. Misal Rudi, Abaw, Manti, Lim Seng dan Hadi.
Rustam, Eng Sui, Eng San, dan Cocong merupakan kaki tangan Tomy Winata. Ia disebut-sebut sebagai God Father. ''Kita memakai nama singkatan si TW (Tomy Winata),'' kata bekas bandar judi yang kini mengasuh Ponpes At-Taibin, Anton Medan. Sebab, menurut mantan raja judi itu, TW menguasai saham, perbankan, narkotika dan obat terlarang, hingga ke penyelundupan.
Anton Medan mengungkapkan tempat bermain judi terbesar di Jakarta adalah Gedung ITC Mangga Dua, Jakarta Barat. Di sini bandar-bandar judi kumpul. Mereka merajut jaringan di Jakarta serta seluruh Indonesia. Jaringan itu mengerucut pada sembilan orang, yang kemudian dikenal dengan "Gang of Nine" atau "Nine Dragons" atau kelompok Sembilan Naga.
Selain Tomy Winata dan Cocong, nama lain yang termasuk Sembilan Naga; disebut-sebut, Yorrys T. Raweyai, Edi "Porkas" Winata, Arie Sigit, Jhony Kesuma, Kwee Haryadi Kumala, Iwan Cahyadi serta Sugianto Kusuma (Aguan). Yorrys sebagai "panglima" yang mengamankan operasi kelompok ini. Tapi ia membantah. Juga, Arie membantah soal keterkaitannya dalam Sembilan Naga.
Perputaran uang di Gedung ITC Mangga Dua mencapai Rp 10 miliar hingga Rp 15 miliar tiap malam. Jumlah itu lebih besar dibandingkan di bisnis judi milik Rudi Raja Mas. Tapi, dalam semalam, ia mengeruk keuntungan sebesar Rp 5 miliar. Satu bulan, Rp 150 miliar. Fantastis. Selain di darat, Rudi juga punya usaha perjudian di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu. Di sana, ia berkongsi dengan bandar judi lain; Hasten, Arief, Cocong, Edi, dan Umar.
Rudi juga punya koran yang terbit di Jakarta. ''Media massa itu berguna membangun opini di masyarakat bahwa perjudian memberi keuntungan,'' kata Anton Medan. Kesuksesan Rudi membangun imperium
bisnis perjudiannya, tak lepas dari peran Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Bahkan, perkenalan Rudi dan Sutiyoso, sudah lama. ''Rudi dekat Sutiyoso, sejak Sutiyoso bertugas di Kodam (Jaya),'' terang Anton yang kini punya nama H. Ramdhan Effendi.
Pemain lain di meja perjudian adalah Apoh. Dia merupakan mantan anak buah Anton Medan. Apoh punya beberapa lokasi yang jadi arena judi mickey mouse cukup besar. Misal di kawasan Glodok, Kelapa Gading, Mangga Besar, Green Garden dan Jl. Kejayaan, Jakarta Barat. Apoh meraup untung; Rp 2 miliar.
Sumber di Mabes Polri menyebut, para bandar judi tersebut yang menguasai mafia judi di beberapa titik di Indonesia. Bahkan, mereka sudah masuk di dalam mafia judi Hong Kong dan Singapura. Bandar-
bandar judi di Singapura, Malaysia dan Makao itulah yang gerah dengan lokalisasi perjudian di Pulau Seribu. Sebab, kata Rizal Hikmat dari LP3-UI, jaringan mereka terpotong.
Tentu, kehadiran lokasi-lokasi judi ini telah melahirkan banyak centeng. Juga, tukang pukul yang menjaga lokasi. Asal-asul mereka, beragam. Salah satu dari ormas. Seorang sumber di bisnis perjudian mencatat adanya tiga ormas yang terkait dengan usaha beking perjudian. ''Salah satunya, ormas partai,'' katanya. Juga, ormas Islam disebut-sebut terlibat di dalamnya. Kehadiran ormas Islam --
kalau benar-- makin menyulitkan judi diberantas. Karena, menurut Anton, saat ini perjudian sudah seperti lingkaran setan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar