Kamis, 30 Desember 2010 | 05:33 WIB
Lippo
Group selepas Mochtar Riady bukan sekadar tetap jaya, lebih dari itu
semakin berkibar di pentas bisnis, bukan hanya di Indonesia, melainkan
juga di mancanegara. Kesuksesan itu tak terlepas dari peran James
Tjahaja Riyadi yang kini bertindak sebagai chief executive officer
kelompok usaha tersebut.
Berikut petikan perbincangan Bisnis dengan James.Â
Apa filosofi Anda, sehingga sukses membangun bisnis Lippo hingga menjadi besar seperti saat ini?
Aksi kita ditentukan oleh kepercayaan
kita. Apa yang kita percaya pasti menentukan sistem nilai. Apa yang
kita anggap bernilai, itu yang kita pikirkan, apa yang kita pikir dan
apa yang kita anggap penting itu pasti memengaruhi hati kita,
mempengaruhi sikap kita, kelakuan kita, aksi kita.
Saat saya memulai bisnis, saya sangat
dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat dan sistem nilai masyarakat
yang pada saat itu berlaku umum bahkan sampai saat ini menjadi sesuatu
yang umum bahwa hidup itu adalah kaya dan senang.
Itu kepercayaan masyarakat yang menjadi
kepercayaan saya waktu itu. Jadi tujuan utama hidup adalah kaya dan
senang. Pada permulaan, saya masuk ke bisnis dan pekerjaan ini,
tujuannya itu. Kaya dan senang. Itu obsesi yang terus saya kejar.
Tetapi pada 1990, kelihatannya di puncak
hidup saya, justru saya bangkrut. Bukan dalam arti keuangan. Di satu
sisi sepertinya usahanya maju, kaya, dan senang tercapai, tetapi justru
saat itu saya mengalami kekosongan.
Usia saya waktu itu hampir 33 tahun.
Saya mengalami kekosongan, yang namanya kaya dan senang sudah menjadi
suatu hal yang tidak berlaku. Sepertinya kaya secara materi tetapi
sebetulnya miskin, senang secara formalitas tetapi dalam hati kosong.
Saya tak bisa melupakan pengalaman waktu
itu karena pengalaman itu menentukan yang menetukan kondisi saya pada
hari ini. Saat itu, hati saya begitu kosong karena relasi saya dengan
istri rusak. Selama 8 tahun pernikahan, akhirnya relasi saya dan isteri
saya cerai di mata Tuhan. Anak saya juga membenci saya. Begitu pula
saudara, teman-teman saya.
Jadi, pada September 1990 itu, saya
mengalami pertobatan. Baru setelah itu saya berorientasi kembali ke
hidup saya, baru saya sadar hidup itu bukan sekadar kaya dan senang
tapi harus punya makna.
Karena itu, saya akhirnya kembali ke
istri saya dan meminta maaf, hubungan kami dipulihkan. Begitu pula
hubungan dengan anak, orang tua, dan teman. Pada saat itulah saya baru
sadar, saya ini bukan superman, yang semua bisa, semua mengerti, semua
hebat, dan orang paling baik di dunia.
Lalu, di dalam mengelola bisnis, saya
mengalami perubahan besar. Pertama, pada saat itu saya adalah presiden
direktur dari setiap perusahaan saya. Tahun itu saya mengundurkan diri
dari semua perusahaan saya. Tahun itulah saya mundur dari Lippo Bank
sebagai presdir dan semua perusahaan saya serahkan ke profesional. Saya
bangun sistem pengelolaan yang berbeda di mana pengelolaannya secara
profesional semua.
Kedua, saya baru sadar. Sstem
kepercayaan saya harus berubah, hidup bukan kaya dan senang, tapi hidup
itu adalah kita sebagai seorang steward. Steward itu jauh lebih
mendalam dari corporate social responsibility (CSR).
CSR itu kita mengerjakan sesuatu dengan
dasar titik awal bahwa segala hal adalah kepunyaan saya. Tetapi sebagai
steward, saya sadar semua yang saya miliki baik talenta, kemampuan,
aset, kekayaan, uang, termasuk hidup saya itu punya Tuhan yang harus
dipertanggungjawabkan kembali dan hanya bisa digunakan untuk memberkati
orang lain.
Nah, sejak itu sampai sekarang saya
terus berupaya mentransformasi dan mengubah Lippo dari yang dulu
menjadi yang sekarang dan yang akan datang.
Apakah sudah berhasil?
Istilah kami, kesempurnaan itu adalah
arahnya sudah benar, motivasinya sudah benar, dan sudah mulai bergerak.
Dalam hal itu kita sudah mulai sempurna. Gunung es tidak dibentuk
dalam 1 hari dan tidak mungkin juga lumer dalam 1 malam. Perjuangan
kami seperti itu.
Setelah titik balik itu, saya bertekad
untuk mendirikan yayasan. Pada 1991, saya mendirikan Yayasan Pendidikan
Pelita Harapan. Pada 1992 membuka sekolah Pelita Harapan. Sekarang
kami memiliki 22 sekolah dan dua universitas di Jakarta dan Surabaya.
Seluruh perusahaan di Lippo ini dijalankan bukan sekadar komersial,
tetapi ada aspek moralitas di mana kami menjalankan perusahaan dengan
benar.
Jadi prinsip good governance sebenarnya lebih dari sekadar apa yang diketahui masyarakat saat ini?
Lebih dari itu, karena CSR itu adalah
upaya perusahaan mengikuti norma-norma yang dianggap pas bagi suatu
perusahaan dan make it sure mengikuti undang-undang dan peraturan.
Adakah nilai yang diwariskan
oleh ayah Anda, sehingga juga berhasil di generasi kedua? Biasanya pada
generasi kedua, perusahaan mulai tidak seperkasa generasi pertama,
tetapi Anda berhasil membawa perusahaan ini sama kuatnya dengan
generasi pertama.
Papa sekolah filsafat di Nanjing, RRC
[China]. Dia sangat mendalami filsafat timur Lao Tze, Confucius, dan
Mencius. Jadi, itu kental sekali dalam ajaran papa ke anak-anaknya baik
di rumah maupun di tempat kerja.
Filsafat itu mendorong setiap orang
harus menghormati orang tua, guru, pejabat, orang yang lebih senior dan
hidup itu harus kerja keras. Etika hidup harus dijaga dan harus
ditingkatkan terus. Ajaran menabung, dan harus menghemat. Itu semua
menjadi suatu hal yang sangat kental. Itu jelas sekali dan bahwa
seseorang itu harus punya jiwa berjuang. Fighting spirit. Itu yang
sering dikatakan papa.
Jiwa berjuang itu berarti harus memiliki
filsafat yang benar untuk mendorong fighting spirit yang tinggi. Itu
yang kita dapat. Jadi sedari dulu, setiap hari memang kerja keras,
harus berupaya, harus berindustri, harus berbisnis, kerja sesuatu harus
bernilai tambah, dan sebagainya.
Namun apa yang berbeda adalah memberikan
suatu arah dan isi. Karena kalau kita hemat akhirnya menjadi pelit.
Hemat itu baik tapi kalau kemudian menjadi pelit, artinya lain lagi.
Kerja keras untuk siapa? Kalau untuk
diri berbeda dibandingkan dengan kerja keras untuk masyarakat luas.
Jadi, filsafat timur ini sangat membekali manusia untuk maju dan
berkembang, tetapi tanpa sistem nilai yang jelas yang diberikan oleh
agama, itu jadinya tak punya arah dan isi.
Jadi, ada peran Tuhan di dalamnya untuk memberikan arah dan isi?
Yes, right. That's it! Sebagai pengusaha
atau entrepreneur apa yang memberikan kepuasan paling dalam? Yaitu
pada saat kita tahu bahwa tujuan akhirnya adalah bagaimana kelompok
Lippo ini bisa memberi berkat kepada bangsa melalui kesehatan dan
pendidikan dan di dalam interaksi di masyarakat, kami bisa menjadi
bagian yang memengaruhi sistem nilai masyarakat.
Kalau pendidikan dan kesehatan
itu merupakan bagian dari upaya Lippo untuk memberi berkat kepada
bangsa, kira-kira target ekonomis dan bisnis lain masih berlaku?
Masih. Artinya isu-isu di masyarakat kan
cuma dua, ekonomi dan standar hidup. Ekonomi berarti menciptkan
lapangan kerja, investasi di dalam infrastruktur dan sebagainya. Lalu,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu adalah melalui pendidikan dan
kesehatan. Tiga aspek ini yang sekarang Lippo kerjakan.
Lippo cukup terkenal dengan
inovasinya. Pendidikan dan kesehatan merupakan inovasi baru yang Lippo
kerjakan. Pada tahun 1990-an, ketika industri asuransi drop, Anda buat
produk baru Warisan, Lippo Life. Kemudian properti booming pada 1994,
bapak juga buat produk yang inovatif di mana Bapak menjual gambar.
Dulu-dulu belum ada orang jual gambar. Ke depannya apa lagi?
Waktu saya selesai kuliah, papa
mengajarkan saya satu hal. Setiap manusia harus punya visi. Tanpa visi,
manusia itu mati, gak ada arah, tak ada isi. Visi itu apa? Visi itu
kemampuan kita melihat lebih jauh, melihat lebih dalam, dan melihat
lebih dulu dari orang lain.
Jadi, selesai kuliah, papa membawa saya
ke Hong Kong, Singapura, ke mana-mana. Di setiap tempat itu, saya
diperkenalkan kepada orang-orang top di masyarakat dan dunia usaha.
Lalu saya diajak dan ditantang untuk berpikir, 5 tahun lalu
masing-masing mereka ada di mana dan 5 tahun nanti kira-kira mereka ada
di mana. Dari sana, kita belajar untuk melihat lebih jauh. Nanti 5
tahun kemudian, beliau tanya lagi, ingat tidak waktu dulu kita bicara
mengenai si itu. Nah, sekarang dia di mana? Dari situ kita memperoleh
gambaran, kita belajar lebih dalam, lebih ke depan. Di situ kita
belajar soal isi. Berarti kita harus melihat dunia ini ke mana. Jangan
sampai penny wise, pound foolish.
Sekarang dunia ini larinya ke mana?
Kalau lihat percaturan dunia, kita bisa melihat era dominasi Amerika
dan Barat sudah lewat. Pengaruh tetap ada, tapi dominasi sudah lewat.
Sekarang eranya Asia. Amerika yang biasanya superpower, yang biasanya
menundukkan power baru atau kekuatan baru yang sedang naik yaitu RRC,
mereka ternyata kurang fokus untuk terus mempertahankan posisi mereka,
karena mereka terbawa dengan urusan Palestina.
Jadi, membela hal-hal yang doesn't make
sense. Akibatnya, [Amerika] kehilangan kredibilitas, kehilangan banyak
energi. Padahal sekarang ini dunianya ekonomi.
Selain itu, ada peperangan di Irak.
Akhirnya cuma begitu saja. Setiap kali dia [Amerika] masuk ke
peperangan seperti itu, ia habiskan 5-10 tahun. Modal politiknya
terkuras, modal ekonominya terkuras, emosi juga terkuras, politik dalam
negerinya juga terpengaruh.
Yang mestinya mereka menangani secara
multilateral, akhirnya mereka masuk dalam peperangan dan akhirnya
menjadi bertabrakan dengan dunia Islam. Tenaganya habis lagi. Ini yang
sedang terjadi. Mereka melihat percaturan dunia itu sebagai silo
[gudang tertutup] Tetapi di lain pihak RRC melihat percaturan dunia
semacam bermain sekat. Totalitas. Sekarang adalah dunia Asia, karena
mereka [Amerika] sedang mundur, Asia naik, kita memiliki kesempatan
bekerja lebih keras lagi untuk mengambil momentum di saat seperti itu.
Kita juga melihat di dunia, dengan
ekonomi-ekonomi negara barat atau negara maju yang lemah, di dalam
waktu yang akan datang ini, era suku bunga adalah era suku bunga
rendah. Suku bunga rendah memberi keuntungan kepada pemodal-pemodal
dunia.
Ini mengakibatkan sekarang ini mereka
mulai memindahkan dana itu ke tempat-tempat yang pertumbuhannya lebih
pesat supaya mendapat keuntungan lebih banyak. Ini yang mengakibatkan
capital flow yang besar sekali masuk ke negara yang berkembang seperti
Indonesia. Nah, hal tersebut mengakibatkan 18 bulan terakhir ini, hot
money banyak yang masuk.
Jadi rupiah terus menguat. Bank
Indonesia tidak ingin rupiah menguat terlalu cepat lalu, kemudian
menyubsidi dengan membeli dolar yang mendapatkan keuntungan BI hanya
1,5% dan dia menyerahkan rupiah yang untuk BI cost-nya 6,5%. Dia rugi
4,5% setahun. Bisa tidak BI bertahan? Tidak bisa.
BI tidak beda dengan perusahaan biasa.
Punya modal, punya neraca, profit-loss. Jadi, rupiah akan terus
menguat. Inflasi relatif akan rendah sekali. Berarti suku bunga di
Indonesia akan turun. Dana akan lebih banyak di tambah Indonesia ini
dalam waktu 6 sampai 12 bulan bisa mencapai investment grade.
Ini tugas utama Menteri Keuangan. Harus bisa mencapai investment grade kalau bisa dalam 6 bulan sampai setahun.
Secara kuantitatif, kita sudah
mencapainya. Secara kualitatif, tinggal rating agency menganggap
politik kita, pemerintahan kita, pengelolaan fiskal dan moneter kita
sudah memuaskan atau tidak. Jika investment grade sudah kita capai,
double B itu, berarti Indonesia pinjam uang di luar negeri itu yang
sekarang treasury ditambah 3,5% sampai 4%, akan turun menjadi treasury
tambah 1,5%. Berarti saving 2% sampai 3,5% setahun. Bukan saja cost-nya
lebih rendah, suku bunga akan lebih turun lagi dan aliran dana lebih
besar lagi.
Sudah waktunya pemerintah harus
investasi besar-besaran di dalam infrastruktur, harus antisipasi karena
infrastruktur yang ada, sistem yang ada, sulit untuk secara
suistanable menopang pertumbuhan lebih dari 6,5% - 7% setahun. Sektor
swasta juga harus dibuka supaya investasi lebih besar lagi. Di dalam
ini, transformasi fisik itu gampang.
Investasi di jalanan, pelabuhan, airport
sebenarnya gampang. Diberi suasana yang lebih enak pun sudah jalan.
Ada reformasi di dalam land acquisition di dalam draf UU yang baru
jalan, tetapi transformasi sosial juga harus ikut.
Jadi, tugas swasta atau dunia usaha,
kita punya stakeholder bukan hanya pemegang saham lagi, tetapi
masyarakat komunitas luas yang memberikan kesempatan bagi kami
berdagang. Jadi usaha bertanggung jawab membangun social capital.
Bangun transformasi sosial.
Bagaimana? Ya itu, usaha yang kita
kerjakan. Harus ada kaitan dengan pembangunan social transformation dan
istilahnya program stewardship kita atau CSR itu harus mencapai ke
sana. Berarti kesehatan dan pendidikan sebagai dua hal yang paling
utama.
Selain itu, kita melihat kemajuan dunia
ini sudah mengarah ke globalisasi digitalisasi. Teknologi ini majunya
cepat sekali. Lippo adalah yang pertama menjalankan 3G. Izin yang
pertama ada di Lippo.
Jadi, orang di 2G, kami sudah di 3G.
Sekarang semua orang sudah ada di 3G, diam-diam Wimax kami sudah di 4G.
Ini 4G area. Jadi broadband zaman sekarang itu bandwidth tak cukup
pada saat dari 5 juta menjadi 200 juta pemakai Internet. Yang tadinya
sekadar kirim email, sekarang sudah sampai ke streaming video.
Kita memang harus masuk ke 4G. Teknologi
4G sekarang ini cuma satu yaitu Wimax yang akan disusul 3 atau 4 tahun
kemudian dengan LTE [Long Term Evolution]. Migrasinya ke sana. Tapi 4G
ini adalah Wimax dan Wimax ini adalah teknologi yang tinggi.
Kami sudah melihat ke sana. Selain itu,
kami sudah melihat the next wave sesudah 4G. Larinya ke Cloud. Apa itu?
Cloud itu adalah the future. Jadi kalau bisa dilihat, perusahaan di
bidang Cloud ini di Amerika namanya 3PAR. Itu sekarang sengit antara
Hewlett-Packard dan Dell perang mengambil perusahaan ini karena
perusahaan ini adalah pionir di bidang Cloud.
Bidang Cloud ini adalah bisnis yang akan
futuristik sekali. Sekarang ini misalnya saya pakai Blackberry, nanti
ada yang namanya iPad, nanti di rumah komputer berjalan. Masalahnya
satu di antara lainnya itu tidak connect, jadi file kita taruh di mana?
That's a problem. File kita masuk di mana? Kedua masing-masing
platform yang kita pakai tidak punya computing power. Jadinya Cloud ini
adalah virtual platform di mana masing-masing ide kita link ke sana,
jadi file kita di-storage di sana. Computing power juga di sana.
Bagaimana untuk sektor agribisnis?
Di Indonesia ini, kita membangun bangsa
berarti kita membangun sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sumber
alam ini termasuk mining, forestry, plantation. Kami juga tertarik ke
sana. Secara prinsip Lippo percaya kami harus fokus. Istilahnya itu
adalah apa yang sudah kami miliki biarlah kami tekuni, artinya setia
pada hal-hal kecil karena nantinya kita diberikan kesempatan untuk
menjadi lebih besar. Itu prinsipnya. Namun demikian kami ditantang oleh
pemerintah dan masyarakat untuk ambil bagian dalam plantation dan kami
sedang mempelajari terus untuk masuk di bidang plantation ini dan
sudah mulai menjajaki investasi awal di bidang ini juga.
Terkait dengan kesehatan, selama
ini bisnis kesehatan Lippo lebih menyentuh ke kelas menengah ke atas.
Kira-kira ada rencana yang lebih konkret untuk lebih membumi?
Visi Siloam adalah menyediakan standar,
menyediakan pelayanan kesehatan dengan standar internasional terhadap
setiap warga Indonesia. Itu visi kami. Dalam hal ini kita melihat dari
dua sisi yakni demand dan supply. Demand-nya ada tidak? Kita tahu
demand itu ada yang namanya Asabri yang mengasuransikan anggota dan
keluarga TNI, lalu ada Askes yang mengasuransikan karyawan dari pegawai
negeri, ada juga Jamsostek. Tiga ini tidak lebih dari 30 juta orang.
Kita tahu setahun terakhir ini muncul
yang namanya Jamskesmas yang sudah mulai diaplikasikan di masyarakat
dengan total 72 juta orang. Jadi total 100 juta-an karena ada tambahan
72 juta itu tadi.
Sementara itu dari 500 pemerintahan
daerah baik provinsi, bupati, dan wali kota mulai menjanjikan pelayanan
kesehatan gratis pada saat kampanye. Sekarang sudah 150 dari 500 yang
menjanjikan itu dan bahkan sudah mengaplikasikan. Nah, itu sekarang 22
juta. Jadi dari 240 juta, sekarang ini sudah menjadi 120 juta demand.
Ini demand-nya sudah ada. Nanti dalam
perjalanan waktu ini akan menjadi universal, akan menjadi 240 juta.
Masalahnya di suplai. Jadi warga Indonesia yang biasa pun sudah ada
kemampuan karena sudah ada Jamkesmas dan Jamkesda. Masalahnya di
suplai. Ada tidak? Tidak ada.
Jamkesmas 72 juta yang dijamin realitas
suplainya cuma 20 juta. Sekarang di rumah sakit-rumah sakit, bed
occupancy-nya itu sudah full room. Itu artinya di rumah sakit tak
mungkin 100%, karena wanita dan lelaki tidak bisa dicampur, orang
dewasa dan anak-anak juga tidak bisa dicampur, dan beda penyakit juga
tidak bisa dicampur.
Pemerintah ingin menaikkan anggaran
untuk kesehatan menjadi 5% dari 3%. Sekarang saja suplai yang minim itu
hanya bisa melayani 30 - 40 juta, kalau sudah 5% coba bayangkan
bagaimana meningkatkan kualitas dan kuantitas.
Pemerintah sesungguhnya memiliki defisit
besar untuk menyelesaikan tanggung jawab dan hutang di dalam obligasi
kesehatan. Kalau swasta tidak ambil bagian, pasar tidak dibuka,
masyarakat kita 20 tahun lagi 30 tahun lagi akan lebih parah karena
pemerintah tak mampu memprioritaskan ini semua. Karena itu, kami
melihat peluang ini dan mengambil bagian di dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat di bidang kesehatan.
Kami membangun dua rumah sakit,
mengambil alih dua rumah sakit dengan empat rumah sakit menjadi suatu
base kami. Kami baru ambil alih dua rumah sakit lagi di Jambi dan
Balikpapan, dan bulan depan ini akan membuka MRCCC [Mochtar Riady
Comprehensive Cancer Centre] di Semanggi. Jadi ada tujuh rumah sakit
dan akan membangun lagi 30 rumah sakit untuk melengkapi suatu sistem
rumah sakit di Indonesia sejalan dengan visi pemrintah.
Jadi, suplai ini harus bisa mencukupi.
Ini semua infrastruktur sosial yang dibutuhkan. Lalu bagaimana dengan
menengah ke bawah? Memang visi kami adalah global healthcare standard
to every Indonesian. Siloam Hospital di Karawaci, dari 220 ranjang
ditingkatkan menjadi 275 ranjang tetapi kami baru groundbreaking yang
disaksikan oleh Menteri Kesehatan dengan menambah 2.000 ranjang karena
memang kami tahun lalu tekad this is where we have to go. Sebanyak
2.000 ranjang ini untuk masyarakat kelas tiga dan untuk masyarakat luas
di seluruh Tangerang yang penduduknya 4,5 juta.
Kami akan menyediakan transportasi
secara gratis dari pasar-pasar dan desa untuk dibawa ke rumah sakit
itu. Rumah Sakit itu menjadi Rumah Sakit Umum (RSU) Siloam.
Rugi dong pak?
Ini inovasi yang tadi dikatakan. Justru
Lippo membangun sistem-sistem yang pemerintah katakan not workable, dan
kami katakan let me try and make it workable. Pemerintah katakan not
workable karena itu APBN. Maka kami katakan, let us try make it
workable. Swasta mengatakan not workable karena there is no profit.
Kita katakan let me try to find the system that works. Swasta
mengatakan workable itu ada maksud. Sementara pemerintah bilang not
workable karena APBN atau APBD.
Bagaimana caranya? It's not easy tapi
kita tekad if you do it right there must be a way to make it works.
Artinya kita mesti terapkan sistem subsidi silang bagaimana yang
kalangan atas menyubsidi kalangan yang massa ini. Tetapi jika skalanya
besar, cost itu akan turun 75%, Jadi, yang tadinya tidak affordable
menjadi affordable. Jadi caranya banyak. Dari yang punya ke tidak
punya. Dari yang marginnya lebih besar ke margin yang lebih kecil.
Di Indonesia melakukan open heart bypass
itu cost-nya Rp65 juta. Setahun di Indonesia 700 open heart bypass. Di
India cost-nya cuma US$1.400. Itu berarti Rp12,5 juta. Kenapa? Karena
mereka setahun ada 80.000 open heart bypass. Jadi pada saat kita
meningkatkan volume dari 700 setahun menjadi 10.000, cost kita di bawah
Rp15 juta. Lalu jika tidak ada volume, orang mau melakukan open heart
bypass juga ragu-ragu. Takut karena kompetensinya kurang. Jadi kami
siasati seperti itu. Kami bertekad we have to find a system or create a
system that works.
Apa itu juga yang berlaku di industri properti?
Ya Ya.. Benar. Saya kasih contoh di
industri properti. Waktu pertama kami ingin mengembangkan Lippo
Karawaci, kami mencari modelnya siapa. Lalu kita melihat pada saat itu
tahun 1991 modelnya adalah BSD [Bumi Serpong Damai]. BSD itu 6.000
hektar ternyata mereka sebulan itu menjual 10-20 unit. Salesman-nya
cuma lima jual sebulan 10-20 unit. Saya pikir kalau umpamanya sebulan
10-20 unit, 100 hektar selama 30 tahun tidak akan habis.
Terobosannya apa? Sistem apa yang bisa
kita terapkan supaya it works? Nah, kita terapkan sistem asuransi jiwa.
Sistem ini kita short gun approach. Jadi short gun itu pokoknya kita
tembak short gun, 1% yang kena sudah lebih besar dari pada satu per
satu.
Kalau untuk mendapatkan satu penjualan
rumah saya membutuhkan satu salesman, yah kalau mau 1.000 saya cari
1.000 salesman, jadi salesmen Lippo saat itu, kita create namanya Lippo
Land Club yang 10.000 salesman. Dengan 10.000 salesman kita bisa jual
satu hari 1.000. 10.000 salesman kita targetkan satu hari cari 20
orang.
Kalau kita bangun lalu kita jual, kita
bisa mati konyol. Resikonya terlalu besar. Kami menerapkan pre selling.
Kita jual gambar. Dengan jual gambar, risiko kita turun, konsumen
dapat harga yang lebih murah. Jadi ini konsep terobosan dengan suatu
sistem yang kita create. Ini suatu hal yang what is needed.
Anda begitu cepat membaca
sesuatu dan membuat inovasi tapi sering kali keliru dibaca orang.
Mungkin di satu sisi juga karena regulasi yang kadang-kadang tidak
siap, sehingga Lippo seringkali bermasalah. Kiat apa untuk menghadapi
ini?
Pertama, banyak orang menilai suatu
perusahaan itu agresif atau konservatif. Seolah-olah suatu perusahaan
yang konservatif itu baik sementara yang agresif itu tidak baik.
Sesungguhnya, suatu perusahaan harus dua-duanya. Artinya jika sudah
menetapkan suatu bidang yang ingin dikerjakan, di bidang itu dia harus
lebih agresif dari orang lain. Kalau sudah putuskan untuk masuk bidang
itu, ya harusnya agresif. Tapi kalau sudah diputuskan di bidang yang
memang gak mau, biar gratis harus bilang thank you atau no. Harus
konservatif.
Dalam bisnis yang sudah menjadi tekad
Lippo, pasti kita lebih agresif dari yang lain. Masyarakat tidak akan
melihat kami sangat fokus di bisnis yang tidak kami ingin kerjakan.
Kami jauh lebih konservatif dan di bisnis yang sudah menjadi tekad
kami, kami harus agresif.
Kalau agrobisnis apakah termasuk yang konservatif atau agresif?
Perkebunan selama ini termasuk bisnis
yang kita bilang no dan satu sen pun kita tidak masuk ke sana. Sekarang
secara strategi, is that something yang kita mau masuk. Kalau kita
bilang Yes, pasti kita akan lebih agresif. Memang seringkali adalah
seperti yang sudah anda katakan itu [regulasi yang tidak siap], karena
pada saat kita mendahului, tidak ada peraturannya. Lalu karena ini
something new, pejabat sering kali mainnya lebih aman. Sekarang
misalnya kita masuk ke dalam bidang bioteknologi. Peraturannya tidak
ada. Hukumnya tidak ada.
Apakah tertarik untuk mengembangkan bioteknologi juga? Amerika sudah ada.
Kita melihatnya begini. PBB 2 bulan yang
lalu membuat suatu terobosan luar biasa yang tidak dilihat banyak
orang. Mereka mengambil suatu resolusi bahwa air merupakan hak azasi
manusia yang paling mendasar, karena air ini di banyak tempat dan
secara global terus berkurang dan akses kepada air minum menyusut.
Sekitar 70% penggunaan air di dunia ini
adalah [untuk] agriculture. [Untuk memproduksi] 1 kilogram beras
membutuhkan air 5 ton. 1 kilogram beef butuh air 4 ton, 20%-nya
industri dan 10% hanya household.
Dengan populasi dunia akan naik dari 6,5
menjadi 9 miliar orang dalam waktu 20 - 30 tahun, otomatis penggunaan
air akan meningkat 40% untuk agriculture karena untuk makanan. Ditambah
tuntutan clean energy mengarahkan ke biofuel. Itu akan memerlukan
agriculture land yang lebih besar dan kebutuhan air yang lebih besar.
Water security, food security, energy
security sekarang menjadi masalah besar. Ini hal yang futuristic yang
kita mesti memikirkan bagaimana perusahaan-perusahaan ini masuk dan
memberi solusi di bidang ini, termasuk di Indonesia khususnya di bidang
agriculture.
Jadi kami melihat agriculture ini tidak
sekadar pada komoditas, seperti palm oil. Kami melihat secara totalitas
di mana porsi kami di dalam mengambil solusi itu.
Keputusan untuk masuk ke agriculture ini akan diambil kapan?
Secara prinsip kami sudah bilang kami
masuk. Tetapi agriculture ini kaitannya dengan water security dengan
basic human rights, dengan biofuel, dengan food security.
Bagaimana Anda mengeliminasi
semua pandangan terkait langkah inovasi yang Anda lakukan terutama di
pasar modal? Sudah ada pandangan masyarakat kaya dan miskin bersama
Lippo.
Lewat waktu kebenaran itu akan nyata.
Memang Lippo ini berpikir jauh, pada saat kami berpikir jauh, pada
potongan jangka waktu pendek kami bisa disalahtafsirkan. Orang yang
salah tafsir masuk waktu salah dan keluar waktu salah bisa rugi. Tetapi
coba kita lihat fakta, siapa pun yang masuk ke Lippo pada saat kita
merealisasikan nilai, semua untung besar.
Lihat Matahari Department Store, semua
untung besar. Jadi, lewat waktu itu akan terbukti. Matahari harga saham
Rp500, itu naik sampai Rp1.300 plus waran yang nilainya Rp300 plus
bagi dividen yang Rp350, jadi Rp2.000. Dalam waktu setahun itu sudah
realisasi.
Sahamnya masih berpeluang naik terus
karena tidak akan stop di sana. Tetapi kalau orang ambil sepotong waktu
saja, keluar masuknya itu sangat short oriented, itu susah, karena
kami berpikir jangka panjang.
Tetapi siapa pun yang berinvestasi dengan Lippo dalam in the long term period, pasti tidak rugi.
Mungkin ada persoalan ketika
mengimplementasikan semua yang ada dalam diri Anda kepada SDM di
sekitar Anda, bagaimana menghadapi kesulitan mereka?
Memang yang utama tetap adalah surprise.
Memikirkan suatu terobosan, konsep itu yang paling utama. Itu nilainya
70-80%. Human resources ini masalah paling besar, karena itu kami
masuk di bidang-bidang yang memang nilai tambahnya besar sekali supaya
memiliki cukup celengan untuk men-training manusia, untuk bisa
toleransi kesalahan-kesalahan sebelum tim kami bisa mencapai standar
yang kami harapkan.
Zaman sekarang di mana uang bukanlah
nilai, tetapi komoditas. Modal selalu bukan masalah. Manusia juga bukan
selalu hambatan karena manusia punya kapasitas dan kemampuan yang jauh
lebih besar dari yang kita pikirkan.
Di Thailand, jika kita pergi ke Elephant
Park, kita bisa lihat elephant saja bisa dilatih melukis menjadi
lukisan yang kita pasang di dinding, masak gajah bisa dilatih seperti
itu sementara manusia tidak bisa.
Di sektor ritel, apakah nilai
yang anda dalami anda terapkan juga, apalagi sekarang boleh dibilang
ada pertarungan di sektor ritel? Termasuk kasus dengan Carrefour.
Waktu kami pertama masuk ke bidang
ritel, porsi modern retail dari keseluruhan ritel di Indonesia hanya
0,2%. Sudah jelas bahwa di negara maju, peritel modern meningkat sampai
50% - 60%. Karena itulah, kami harus menerapkan suatu sistem atau
konsep retailing baru yaitu bagaimana Matahari yang waktu itu rugi yang
omzetnya pada saat kami ambil alih 10 tahun lalu cuma Rp1 triliun
sekarang bisa buka 100 toko di seluruh Indonesia dan bisa dikembangkan
sistem network merek yang nasional untuk massa yang luas ini.
Itu kami terapkan dalam 10 tahun menjadi
Rp15 triliun dari Rp1 triliun. Dengan demikian dari rugi kemudian
setahun berikutnya menjadi Rp1 triliun. Itu yang kami lakukan di
Matahari Department Store, sehingga pada saat ada tawaran dari CVC,
perusahaan privat equity global yang besar untuk masuk, yah rekan-rekan
mengatakan why not karena itu memberi keuntungan untuk shareholders.
Jika ditanya Riady, Lippo, setuju tidak
penjualan Matahari Department Store, kami tidak setuju. Tetapi
manajemen mengajukan bahwa ini sudah ditawar dengan harga hampir Rp10
triliun, kami harus menyetujui karena itu yang terbaik pada saat ini
untuk shareholders.
Soal Carrefour, di dalam bisnis
hipermarket, Carrefour membawa modal global, merek global, teknologi
global, modal global waktu masuk ke Indonesia dan selama 6 tahun
mendominasi pasar di Indonesia.
Selama 6 tahun itu mereka mendominasi
pasar hipermarket. Lippo dengan Hypermart memulai dari nol. Setiap toko
yang kita buka, kita dihantam supaya mati. Dengan apa? Dengan harga.
Kita bangga, kita 100% lokal, 100% Indonesia. Orang Indonesia, ide
Indonesia, modal Indonesia. Semua Indonesia. Setelah 6 tahun
didominasi, kami equal dengan Carrefour meski dihantam Carrefour sampai
babak belur. Dia rekrut orang kita, pada satu saat dalam satu malam,
25 orang dia rekrut.
Itulah yang dikerjakan. Ada Hypermart
dia pasti hantam harga terus karena kantongnya tak ada serinya. Tetapi
setelah 6 tahun kita equal. Di sanalah mereka menggunakan modal global
itu membeli Alfa. Itulah yang membuat mereka lebih besar. Kita kerja
lebih keras lagi karena sudah fokus di situ.
Bagaimana setelah Carrefour dimasuki oleh Chairul Tanjung yang misinya mengangkat produk-produk dalam negeri?
Saya sangat welcome Pak Chairul seorang
entrepreneur tulen, punya etika kerja luar biasa, punya semangat
nasionalisme yang luar biasa untuk masuk ke rescue Carrefour yang
sedang on the way down. Saya kira baik dan sejak beliau masuk sudah ada
perubahan orientasi kembali kemitraan dengan supplier lokal dan Kadin.
Sebulan sebelum dia masuk ke Carrefour,
saya breakfast dengan Pak Chairul dan saya katakan ke dia bahwa bisnis
hipermarket itu baik. Silakan masuk dan saya katakan juga agar Chairul
membeli saja Carrefour. Ternyata 1 bulan kemudian beliau beli. Setelah
beliau beli, dia ajak saya bicara dan undang saya makan di kantornya.
Bagaimana kita bisa bersama-sama membangun bangsa melalui retailing.
Saya kira bagus sekali dan bagaimana kita bisa sama-sama bersaing,
namun secara produktif dan konstruktif dan sehat yang saling cari
tempat yang bisa sama-sama bekerjasama. Saya kira itu baik sekali.
Kalau lihat belakangan ini
Carrefour mulai melepaskan kepemilikannya ke investor lokal. Seperti di
Malaysia, ia sudah menawarkan ke investor lokal. Itu bisa digambarkan
sebagai fenomena bahwa bisnis ini tengah mengalami persoalan atau
pasarnya sendiri yang mulai tidak menerima pola seperti itu?
Saya kira dominasi barat dan Amerika
memang sudah lewat, termasuk ide teknologi, termasuk manajemen, etika
kerja. Jadi saya yakin di bawah pimpinan Pak Chairul, Carrefour akan
jaya.
Beruntung dengan ide-ide terobosan
beliau, pasti ada gebrakan yang dia lakukan seperti akan membuka 100
gerai di seluruh Indonesia. Itu akan memacu kompetisi yang sehat.
Atau menurut Anda, lebih enak berkompetisi dengan Pak Chairul yang memang tidak memiliki background di ritel?
Saya kira Pak Chairul itu bergerak di
bisnis jasa semua. Bisnis jasa ini fokusnya kepada konsumen. Jadi
konsumen itu yang harus kita mengerti. Pak Chairul sangat mengerti
siapa itu konsumen, karena itu dia masuk melalui perbankan, melalui
finance, televisi, dan lain-lain.
Kembali lagi, visi kami ini adalah kami
ingin memengaruhi masyarakat dengan etika kerja. Filsafat yang benar.
Jadi bukan kaya dan senang tapi bagaimana kerja kami bisa memberkati
orang lain.
Bagaimana terobosan di industri media?
Menegenai media, terus terang kita tidak
merencanakan masuk ke media. Keberadaan kami di media itu adalah by
default karena ada kawan baik namanya Tito Sulistio. Dia yang bangun
Investor Daily. Dulunya Investor Magazine.
Pada saat itu dia bilang butuh sedikit
modal. Karena teman baik, saya beri pinjaman kepada beliau. Akihirnya
setelah jalan dia katakan 'Sudahlah pinjaman ini dikonversi saja
menjadi modal'. Nah, saya dapat 30% di Investor Magazine. Lalu terpisah
dia bikin Investor Daily.
Saya tidak pernah ikut dari mula. Dia
bikin Investor Daily tanpa saya. Setelah dia jalan, dia katakan kita
mergerlah Investor Daily sama Investor Magazine. Ya sudah, saya katakan
silakan. Jadilah saya ikut dalam merger itu dan sesudah dimerger saya
dapat 15%. Dari sana dia terus kembangkan dan kami ikut di dalamnya.
Lalu ada beberapa teman-teman merespon
tawaran dari Forbes Magazine untuk buka Forbes Indonesia. Lalu mereka
mempersiapkan tetapi kemudian Forbes tidak jadi masuk ke Indonesia.
Mereka tetap menjalankan itu dengan Globe Asia. Lalu mereka-mereka itu
bilang ini ada kesempatan untuk yang berbahasa Inggris. Mereka masuk ke
yang namanya Jakarta Globe dan kita ikut di dalamnya. Jadi sebenarnya
by default.
Arah ke depan untuk bisnis ini seperti apa?
Kami melihat bahwa dari seluruh media
memilik peluang yang luar biasa untuk membangun bangsa melalui cara
pikir sistem kepercayaan yang akhirnya memengaruhi aksi masyarakat.
Lalu, dalam arti suistanable bisnis ini,
kita melihat bahwa dari kue iklan 100%, print media itu mengambil
porsi tidak sampai 5% dari seluruh iklan, jadi arahnya pasti tidak bisa
masuk ke print media. Arahnya harus keluar dari print media.
Jadi, arah kami melalui First Media itu
pasti ke television karena TV itu 85%. Jadi, First Media ini dia punya
cable TV, Internet sebagai konteks, dia lalu coba-coba introduce
family channel sebagai stasiun TV, lalu barus saja membeli Q Channel.
First quarter tahun depan mereka meluncurkan news channel.
Jadi arahnya ke sana. Nah, lalu arahnya
ke sana, lebih futuristik lagi adalah digital. Jadi semua ini larinya
ke konvergensi media, tidak ke print. Kami mau switch ke televisi
karena televisi dapat 1% market share saja, itu berarti sudah 20% dari
print.
Di bisnis perbankan, apakah Lippo berencana mengembangkan bisnis ini lagi?
Ya. salah satu kompetensi dari Lippo dan
keluarga kami adalah perbankan. Kami sangat menguasai konsumen serta
memiliki network yang punya akses ke konsumen. Kami sudah memiliki 17
juta nasabah Lippo, non bank. Kami sudah memiliki setahun itu 1 miliar
pengunjung ke unit-unit Lippo baik toko, mal, rumah sakit, dan
sebagainya.
Induk paling utama dari perbankan itu
adalah kepercayaan. Jadi, kepercayaan kami, nama Lippo di masyarakat
luas sangat dalam dan besar, apalagi sudah keluar dari Jakarta. Memang
kami memiliki kompetensi, memiliki ingredients, untuk kembali masuk
perbankan dan sudah 5 tahun setiap hari ada saja orang yang menawarkan
masuk kembali ke perbankan dan bekerja sama. Itu selalu opsi yang kami
buka dan akan kami kaji.
Sudah ada titik cerahnya yang lebih konkret dengan siapa?
Mungkin dalam waktu setahun ini kami
akan ambil keputusan untuk kembali ke perbankan, tetapi dengan omzet
yang berbeda dan tidak berkompetisi dengan pemain yang ada dan harus
berbeda.
Inovasi Lippo ini sebenarnya
meniru tetapi cuma lebih dulu saja sesuai dengan visi Anda melihat
lebih dulu, lebih jauh, dan lebih dalam. Apakah seperti itu?
Oh iya. Tidak ada yang baru di bawah
langit. Kami di Lippo mengatakan seperti ini, kita mencari excellence
dan originality. Tetapi kalau harus pilih salah satu sebenarnya [kami
pilih] excellent, Jangan original tapi tidak excellent.
Jadi, keunikan dari Lippo ini kami
sungguh perusahaan multinasional artinya bukan seperti yang dipikir
oleh masyarakat luas bahwa itu berarti kami memiliki kantor di setiap
negara. Bukan. Multinational company adalah perusahaan yang punya
budaya, punya sistem, punya jiwa, apa pun yang dia butuhkan dia
mencarinya secara multinasional. Ide, modal, energi, tenaga, teknologi,
semua yang dibutuhkan itu multinasional, termasuk ide atau terobosan
pun munculnya dari multinasional.
Ide itu di seluruh dunia banyak. Jadi,
manusia jangan bepikir skeptis. Oh, pasti dia mencuri, dia bohong atau
pasti ini itu. Harus berpikir positif. Ketika melihat keberhasilan
orang, bagaimana caranya dia berhasil. Kita mau tiru dengan variasi dan
keberanian. Lets do it.
Jadi ide itu memang banyak di luar. Kita tidak ingin mengklaim ide itu original dari kita.
Kita juga multinasional dalam arti
jaringan kita di luar negeri luas, tetapi lebih dalam lagi esensi dari
multinasional itu bukan lagi berarti secara fisik tetapi secara
filsafat. Kita mencari ide, manusia, modal, teknologi. Semua yang
dibutuhkan itu multinasional.
Komposisi revenue Lippo dari dalam negeri katanya makin banyak dibandingkan dengan luar negeri?
Saat ini mungkin 10-20%. Tetap economic
scale dari Lippo di Indonesia, karena Indonesia memiliki 240 juta lebih
penduduk. Coba lihat Singapura. Mau besar bagaimana pun masih sangat
terbatas.
Sudah banyak bisnis yang digeluti Lippo. Ke depannya, bisnis apa lagi yang akan dikembangkan lebih fokus?
Di bidang ICT (information and
communication technologies). Bidang itu yang akan kami kembangkan, tapi
selalu ujung-ujungnya usaha kami cuma satu, yakni jasa. bentuknya
beda-beda tapi jasa melayani konsumen.
Ada putusan yang paling disyukuri ataupun yang paling disesali dalam perjalanan hidup?
Yang paling penting untuk saya September
1990 pada saat saya bertobat. Itu saya paling syukuri. Konsep yang
lama, kaya senang, itu saya sesali. Filsafat kaya dan senang atau
materialisme dan hedonisme itu menjadikan segalanya dilihat dari ukuran
materi.
Artinya kita tidak bisa ukur relasi,
talenta dengan materi. Dulu saya abaikan relasi, sekarang relasi
menjadi penting. Kita punya beban hidup, visi hidup, panggilan hidup,
kita punya passion untuk something else di luar diri kita?
Bagaimana terkait kiprah Lippo
di dunia ekonomi politik, karena Lippo juga leading dalam hal itu?
[mantan Presiden Amerika Serikat] Bill Clinton saja bisa diintervesi.
Ha ha ha... Pada saat suatu perusahana
lebih besar, pertama, otomatis ilmu yang muncul bukan hanya ilmu pasti,
tetapi sudah mencakup ilmu tidak pasti, masalah sosial, manusia. Jadi,
dibutuhkan kepekaan kami dan kompetensi kami untuk supaya bisa melihat
lebih daripada ilmu pasti.
Kedua, pada saat zaman terus berlanjut,
stakeholder bukan lagi pemegang saham, tetapi masyarakat luas yang
berarti politik, sosial, dan politik. Jadi bagaimana pun kita tidak
bisa buta terhadap masyarakat luas dan masalah sosial politik itu.
Setiap perusahaan membutuhkan dan
memiliki platform berkomunikasi dengan elit bangsa kita, termasuk elit
politiknya supaya kita bisa mengomunikasikan visi kami sebagai bagian
penting dalam membangun bangsa termasuk bagian penting dari memberi
solusi masalah di dalam masyarakat.
Anda juga membangun relasi dengan Obama?
Saya kira semua yang kita bangun itu
bersifat kelembagaan dan kelembagaan itu bukan berarti individual. Saya
sendiri juga sadar, bahwa kekayaan dan kekuasaan itu adalah berkat dan
kutukan dari satu mata uang yang sama.
Jadi, pada saat kita bicara uang,
politik kekuasaan, kita harus hati-hati, jadi kita harus belajar. Saya
juga belajar banyak semoga dalam waktu yang akan datang menjadi lebih
wise.
Bagaimana rencana yang akan datang terutama terkait menyiapkan generasi ketiga di Lippo?
Satu sisi perusahaan kita fokus kepada
profesionalisme, di lain sisi di dalam keluarga saya, saya membimbing
anak saya menjadi bertangung jawab mengembangkan talenta terbesar yang
dia miliki.
Saya punya empat anak, tiga anak larinya
ke pendidikan. Satu mengajar di SD, satu mengajar di Fakultas Hukum
UPH [Universitas Pelita Harapan], satu filsafat dan pendidikan di UPH,
sementara anak terakhir mengembangkan talenta terbesarnya di bidang
film dan televisi.
Saya tidak menganjurkan dan mendorong
mereka ke usaha, bahkan sebaliknya saya katakan harus kembangkan
talenta terbesar, karena pada saat seseorang mengembangkan talentanya
bukan yang terbesar, yang pasti dia akan frustasi karena tidak akan
bisa berkompetisi dengan orang-orang yang masuk ke bidang itu dengan
talenta terbesar.
Nanti setelah 1- atau 20 tahun ingin
duduk sebagai board member, oke saja but prove your self first. Itu
filsafat yang saya kembangkan untuk anak-anak saya. Apabila suatu hari
saya ingin menyerahkan sebagian saham ke mereka, itu urusan terpisah.
Tetapi profesionalisme adalah yang paling penting.
Kalau bicara soal industri pasar
modal, Lippo terkenal sangat seksi. Bahkan ada hal yang sangat populer
yakni kaya dan miskin bersama Lippo.
Artinya ikut dengan Lippo jangan cuma
memikirkan trading-nya dalam arti jangan cuma trading in out dalam
sebulan. Mestinya yang ikut dengan Lippo itu adalah mengikuti visi
Lippo yaitu minimum 1 tahun. Saya kira filsafat Lippo itu adalah kami
ingin selalu bertumbuh melalui partnership.
Jadi kami membangun kemitraan dengan
semuanya, termasuk kemitraan dengan pasar modal. Jadi kami bertekad
menjadikan pasar modal menjadi partner kami supaya mengembangkan yang
lebih baik lagi.
Kita bisa melihat, setelah sekian tahun
Matahari kini perform-nya sangat baik. Bisnisnya juga sangat kuat.
Sekarang boleh dibilang tak ada utang. Sekarang juga Lippo Karawaci
menjadi perusahaan properti terbesar. Mereka juga sekarang memiliki
kekayaan US$3 miliar dan akan dikembangkan menjadi US$10 miliar dalam 5
tahun ke depan.
Mereka sekarang memiliki basis bisnis
yang cukup bagus. Kami juga sekarang mengelola 25 mal di seluruh
Indonesia di atas 2 juta m2.
Lalu juga masuk ke kesehatan,
perhotelan. Masing-masing bisa leading di sektornya. Lalu Lippo juga
masuk ke fund management. Mereka mengelola kurang lebih US$1 miliar dan
akan ditingkatkan menjadi US$5 miliar dalam 5 tahun. Hotel juga akan
dikembangkan. Rumah sakit dari empat menjadi 30. Mal dari 25 menjadi
50. Ini semua akan menghasilkan prestasi yang lebih baik. Saya yakin
dengan pasar modal yang lebih stabil, lebih dewasa, akan mulai melihat
perusahaan mana yang yang tidak berkompetisi dengan baik.
Termasuk pendidikan?
Pendidikan itu dijalankan dengan
yayasan, dengan motivasi nonprofit dan bahkan setiap tahun kami pasok
uang yang lebih banyak dari pendapatan kami itu.
Jika profit harus disalurkan kembali
dengan beasiswa. Sekarang itu 20% dari semua kursi itu adalah beasiswa
dan kita membangun sekolah-sekolah di kantong-kantong kemiskinan dan
juga di desa-desa.
Tahun ini kami membuka empat sekolah
baru, tahun depan 10 sekolah baru. Tahun ini termasuk dua sekolah di
papua. Kami juga bangun semacam IKIP. Jadi pada saat pemerintah merubah
IKIP menjadi universitas, kami balik mengembangkan IKIP karena itu
yang dibutuhkan. Lalu kita bangun sekolah di desa supaya guru-guru bisa
disalurkan ke desa-desa.
Dengan target properti menjadi US$10 miliar dalam 5 tahun ke depan, bagaimana proyeksi Anda terhadap industri properti?
Di negara barat, industri properti
mereka kembangkan dengan begitu pesat tetapi industri atau sektor riil
tidak bertumbuh untuk menyerap suplai ini, sehingga demand-nya tak ada.
Ada gap antara suplai dan demand. Kalau lihat di Asia, justru ekonomi
bertumbuh begitu pesat, masalahnya itu bukan di demand-nya tapi
suplainya yang gak ada dan tidak punya infratruktur yang cukup.
Ada pesan untuk bangsa ini?
Sekarang adalah era Asia, khususnya era
Indonesia. Kita perlu memiliki suatu self confidence yang disertai
tekad untuk berinvestasi for the future, bukan saja transformasi fisik
tapi juga transformasi sosial. Kita harus bersatu membangun bangsa.
Jadi dibutuhkan pemimpin yang cepat mengambil keputusan?
Saya kira pemimpin itu ada dua macam,
satunya pemimpin yang transactional artinya sigap dalam mengatasi
masalah, yang satunya pemimipin yang transformation. Yang pertama
terkesan cepat tapi bisa salah arah, tapi pemimpin yang kedua terkesan
pelan tetapi lebih terstruktur, lebih memiliki sruktur dan konsep.
Nah, SBY pemimpin yang transformasional,
jadi kepada orang yang transactional, terkesan beliau ini lambat tapi
bagi orang yang mengerti konsepsional, dia melihat banyak hal itu lebih
tranformasional. Tetapi kembali lagi apa sih yang menjadi pemerintahan
baik? Pemerintahan yang baik itu yang memiliki filsafat bahwa solusi
terhadap semua masalah bangsa yaitu masalah ekonomi, masalah sosial,
politik, solusinya bukan pemerintahan yang lebih besar karena yang
lebih besar yang berisiko abusif, tetapi adalah pemerintahan yang lebih
kecil yang punya konsep, yang memampukan bangsa atau rakyat mencari
solusi sendiri tapi diberikan kemampuan itu.
Ada tiga pilar sebenarnya di dalam
pemerintahan ini, demokrasi, rule of law, dan market. Soal demokrasi
kita sudah mengetahui Indonesia ke arah sana. Dalam rule of law,
lumayan dengan skalanya sampai 7 - 8. Soal market, masih banyak yang
harus kita lancarkan supaya lebih jalan.
Oleh http://www.bisnis.com/articles/james-riady-hidup-bukan-sekadar-kaya
Biografi
|
---|
Nama Lengkap | James Tjahaja Riady |
Lahir | Jakarta, 7 Januari 1957 |
Pendidikan |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar